Jumat, 20 November 2009
Muhammad SAW, Pemimpin Ideal Sepanjang Masa
Banyak orang yang berambisi menjadi pemimpin menjelang pemilihan umum (pemilu) mendatang. Namun, apakah semuanya mampu menjadi pemimpin yang baik? Kepedulian, kecintaan terhadap bangsa dan kemampuan berpolitik saja tidak cukup sebagai bekal menjadi seorang pemimpin. Dalam hal ini, setiap orang pasti punya pandangan dan kriterianya masing-masing tentang sosok pemimpin ideal.
Agama Islam memandang penting terhadap sebuah kepemimpinan, karena pada hakikatnya kita semua adalah pemimpin, serta akan dimintai pertanggungjawabannya atas kepemimpinan itu. Ada beberapa kriteria pemimpin yang diisyaratkan dalam pandangan agama. Pertama, amanah atau terpercaya. Seorang pemimpin harus mendapat kepercayaan masyarakat, karena sebuah masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera akan terbentuk manakala pemimpinnya mendapat kepercayaan (legitimasi) dari masyarakat.
Selain itu, pemimpin haruslah fatonah (cerdas). Persyaratan menjadi pemimpin adalah memiliki kemampuan intelegensi (IQ) yang standar, sehingga mampu menganalisa dan mengatasi masalah yang di wilayahnya. Pemimpin yang baik juga harus tabligh (komunikatif). Pemimpin harus mampu berkomunikasi dengan masyarakat dan pimpinan yang ada di atasnya, sehingga akses informasi bisa diterima oleh semua warga. Yang terakhir adalah shidiq (jujur). Kejujuran seorang pemimpin merupakan bagian dari kesuksesan dalam kepemimpinannya.
Sosok pemimpin ideal itu sebenarnya telah disampaikan Allah SWT dalam Al-quran surah Al-ahzab ayat 2, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menjadi pemimpin untuk memperbaiki akhlak manusia. Ia bukan hanya menjadi panutan bagi kaum muslimin, tetapi juga seluruh umat manusia, sehingga kedatangannya juga disebut sebagai rahmat bagi semesta (rahmatan lil ’alamin).
Kehidupan Muhammad SAW di tengah-tengah orang jahiliyah banyak mendapat penghinaan, namun karena kepribadian dan akhlak yang terpuji, kedatangan atau ajaran yang dibawanya mampu membawa orang-orang musyrik penyembah berhala, serta orang-orang Yahudi yang sombong menjadi taat kepada Allah SWT. Beliau menjadi sosok unggul dengan pemikiran yang jitu, pandangan yang lurus, serta mendapat sanjungan karena kecerdikan, kelurusan pemikiran dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan. Kepribadian dan akhlaknya yang terpuji menjadi sebuah modal dan kekuatan dasar yang ada pada dirinya, hingga membuatnya menjadi sosok pemimpin ideal sepanjang masa.
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW merupakan contoh yang mutlak untuk diikuti. Perkataan beliau, baik itu sebelum ataupun sesudah menjadi Nabi adalah kata-kata yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan batil. Perilaku Rasulullah SAW tidak pernah menyinggung perasaan siapapun, tetapi apa yang beliau ucapkan menjadi sebuah dorongan untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, sehingga apa yang diucapkan nabi kita kenal dengan ‘sabda’.
Begitu juga halnya dengan bantahan atau kritikan yang selalu dilontarkan oleh musuh-musuh beliau yang pada awalnya tidak menyukai ajaran yang disampaikan. Namun, beliau menolak bantahan dari orang-orang yang menentangnya dengan memberikan argumentasi yang jauh lebih baik, sehingga mereka yang menentang dakwah beliau tidak dapat berkutik. Tidak ada seorangpun yang berani mengejek dan mengolok-olok beliau, kecuali orang-orang yang hina dan bodoh.
Sikap yang dilakukan Nabi Muhammad SAW itu sudah selayaknya diterapkan di tengah-tengah masyarakat Indonesia saat ini. Setiap individu semestinya tidak lagi mementingkan dirinya sendiri dengan memperebutkan ‘singgasana’ kepemimpinan. Mirisnya lagi, untuk mencapai tujuan itu, berbagai lontaran ejekan ditujukan kepada individu lain dengan mengumbar kekurangan dan kejelekannya. Itu semua ditayangkan bak sebuah peperangan politik untuk menjatuhkan yang lainnya.
Ini sangat berbeda dengan metode yang dilakukan Rasulullah SAW disebutkan dalam Al-quran Surah An Nahl ayat 25, "Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Pada sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemimpin dalam menyampaikan penyebaran ajaran agama Islam, ada beberapa hal yang dilakukan oleh beliau selaku seorang pemimpin. Pertama, Rasulullah SAW dalam menjalankan pemerintahannya lebih mementingkan kesatuan umat. Itu tergambar dalam keputusan yang beliau ambil ketika meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya semula dalam renovasi ka’bah. Rasulullah SAW meminta selendang, lalu beliau meletakkan Hajar Aswad tepat di tengah-tengah selendang. Lalu, ia meminta setiap pemuka kabilah-suku bangsa yang terbagi ke dalam beberapa kelompok- untuk memegang ujung-ujung selendang. Lantas, Nabi memerintahkan mereka bersama-sama untuk mengangkatnya. Ini merupakan cara pemecahan yang mementingkan persatuan umat.
Kedua, kepemimpinan dalam kesatuan pemerintahan. Muhammad SAW, telah berhasil membimbing bangsa Arab yang dahulunya belum pernah memiliki pemerintahan sendiri yang merdeka dan berdaulat. Ini disebabkan karena bangsa Arab adalah bangsa yang selalu dijajah oleh Persia dan Romawi.
Meskipun, kita selaku calon pemimpin tidak mampu untuk melaksanakan semua yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW (siddiq, amanah, fatanah, tabligh), setidak-tidaknya apa yang kita lakukan mengarah kepada kepemimpinan Rasulullah SAW. Karena itulah hakikat dasar diutusnya Rasulullah SAW menjadi rahmatan lil’alamin, dengan membawa cahaya kebenaran yang hakiki untuk kehidupan dunia dan akhirat, seperti dijelaskan Allah SWT dalam QS. An-Nisa ayat 59, “Taatilah oleh kalian Allah dan Rasul-Nya serta pemimpin di antara kalian”.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar