Rabu, 03 Februari 2010

Ber’estimasi’ Berdasarkan Wahyu


Manusia memperoleh ilmu pengetahuan lain melalui suatu ilmu yang disebut ‘wahyu’. Wahyu itu disampaikan melalui perantaraan individu tertentu yang disebut ‘Nabi’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wahyu merupakan petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul melalui mimpi.

Wahyu tidak sejajar dengan ilmu pengetahuan manusia yang biasa tentang filsafat, pandangan hidup, hukum, moral, serta pengetahuan alam yang diperoleh manusia melalui kemampuan perasaan dan intelektual. Wahyu berupa suatu kesadaran dan pengetahuan khusus yang diterima oleh individu yang sempurna dan amat istimewa, yang menyadari benar-benar bahwa pengetahuan semacam itu diperoleh.

Adanya wahyu bisa dipelajari secara menyeluruh melalui kehidupan, perjuangan, jiwa dan ajaran-ajaran orang yang menyatakan dirinya menerima kenyataan itu. Sehingga orang-orang di sekitarnya bisa menilai apakah ia berbicara mengenai hal yang benar atau tidak.

Jika adanya kesadaran seseorang dalam pengetahuan wahyu dalam diri orang itu, akan lebih mudah untuk tumbuhnya cara mencari pengetahuan yang biasa yaitu perasaan pikiran atau intelek. Dengan cara inilah, untuk mengetahui realitas dan memahami realitas yang tidak diketahui, manusia dapat melihat tiga jalan: perasaan, pikiran atau intelek, dan wahyu. Pada saat itulah wahyu muncul sebagai sumber pengetahuan yang sangat dapat dipercaya.

Reaksi di lapangan belakangan ini –pascagempa 30 September- memunculkan sebuah asumsi bahwa untuk mengetahui dan memahami realitas yang tidak diketahui, pengetahuan yang berasal dari perasaan dan pikiran menjadi tolak ukur dalam memunculkan realitas yang belum tentu akan terjadi. Seakan-akan kemampuan perasaan dan pikiran menjadi hegemoni dalam mengalahkan sumber pengetahuan yang sangat dapat dipercaya - wahyu.

Reaksi itu menjadi jelas di hadapan khalayak ramai ketika ramalan hingga pengakuan tegas akan sebuah keyakinan perasaan dan pikiran dalam mempengaruhi masyarakat terhadap realitas yang tidak diketahui. Ketika muncul estimasi akan adanya goncangan gempa yang luar biasa pascagempa 30 September. Meski lempeng tektonik tetap aktif bergerak, gempa bumi tetap akan ada. Namun sampai abad ke-21, tak satupun ahli geologi yang mengetahui kapan akan terjadinya gempa dan berapa kekuatannya. Perkiraan yang ada hanya baru pemetaan wilayah terhadap daerah-daerah yang termasuk rawan bencana.

Di internet pun belakangan ini, banyak beredar tentang berita atau isu kiamat 2012 pada tanggal 21 Desember 2012. Ada yang mengatakan itu adalah prediksi suku Maya (Mayan prophecy) yang pernah hidup di selatan Meksiko atau Guatemala. Pada manuskrip peninggalan suku yang dikenal menguasai ilmu falak dan sistem penanggalan ini, disebutkan pada tanggal di atas akan muncul gelombang galaksi yang besar sehingga mengakibatkan terhentinya semua kegiatan di muka Bumi ini.

Tak ayal, ramalan tentang kiamat pun dipopulerkan oleh Roland Emmerich, sutradara beken Hollywood dalam film berjudul ’2012’. Sang sutradara menafsirkan ramalan bangsa Maya itu sebagai kiamat.

Seputar isu akan terjadinya kiamat 2012 yang tengah menyebar ke masyarakat, itu juga termasuk pengetahuan yang bersumber dari perasaan pikiran dan intelektual (imajinasi) manusia. Melihat kepada manuskrip peninggalan suku yang dikenal dalam menguasai ilmu falak dan sistem penanggalan itu belum diketahui jelas dasar perhitungannya.

Berdasarkan sumber di beberapa situs internet menjelaskan bahwa berakhirnya kalender Maya 21 Desember 2012 itu lebih disebabkan oleh berakhirnya siklus kalender, atau yang lebih dikenal dengan ‘kehabisan angka’. Sistem Kalender Maya berbasiskan pada bilangan 20 (bi-desimal). Dengan metode penulisan 0.0.0.0.0 dan kebiasaan suku Maya dengan siklus 13 dan 20, awal kalender Maya bertepatan ekivalen dengan 11 Agustus 3114 BCE, maka posisi 13.0.0.0.0 sebagai angka terbesar dalam kalender Maya akan ekivalen dengan 21 Desember 2012. Perhitungan kalender ini baru sebatas pemikiran pengetahuan.

Penafsiran terhadap al-quran tentang kiamat telah tertulis jauh sebelum manusia diciptakan. Semua itu diketahui manusia karena berasal dari wahyu yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Wahyu yang disampaikan melalui perantaraan individu tertentu. Tidak sedikit diterangkan suasana dan kondisi yang menunjukkan kapan terjadinya kiamat.

Secara ilmiah, manusia terkadang menangkap tanda-tanda kiamat untuk diformulasikan sebagai pengetahuan empirik tentang kiamat. Manusia boleh saja mengeluarkan pendapat atau estimasi terhadap peristiwa kiamat. Tetapi, semua kebenarannya tetap berada pada Allah SWT.

Eksistensi Akhir KehidupanManusia
Pada dasarnya ada beberapa persoalan yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia. Namun sebaliknya, ajaran yang disampaikan melalui wahyu menerangkan lebih jauh sampai kepada persoalan-persoalan yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan manusia. Menurut ilmu pengetahuan manusia, kematian dianggap sebagai fase akhir dari eksistensi manusia. Karena setelah mati, menurut ilmu pengetahuan, tidak ada lagi sifat-sifat kemanusiaan dan berakhir pula masa penelitian ilmu pengetahuan. Secara sosial pun manusia yang sudah mati tidak berharga lagi karena ia bukan lagi makhluk sosial dan terputus sudah hubungan dan interaksinya dengan manusia lain.

Menurut wahyu, manusia tidak mati sampai pada fase ini. Hanya keadaan tempat kehidupan yang berbeda. Itu di karenakan kepribadian manusia yang memiliki roh tidaklah punah. Wahyu hanya menegaskan bahwa kepribadian ini tetap ada sebagai inti utama esensi sifat kemanusiaan setelah mati. Eksistensi kehidupan manusia itu masih ada dan memiliki rentangan waktu yang berlanjut dan berujung kepada sebuah keabadian. Hal inilah yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan alam manusia.
Pengetahuan yang datang melalui wahyu menjadi suatu pelengkap hasil yang diperoleh perasaan, pikiran dan pengalaman manusia. Antara wahyu dan pengetahuan manusia tidak saling bertentangan dan tidak menciptakan dualisme di antara masing-masing. Sehingga pengetahuan yang diperoleh melalui wahyu dan pengetahuan yang diperoleh oleh perasaan dan pikiran merupakan dua sayap yang membawa manusia menuju kehidupan yang jauh dari pikiran khayal. Pengetahuan akan wahyu akan membawa kebahagiaan hidup yang nyata dan menyeluruh dalam menjalani kehidupan dunia hingga menuju kehidupan yang hakiki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar