Senin, 14 September 2009
Nekat Cilik ke Yang Gadang
Mulai dari cetak biru, bekal hingga akumulasi dana dipersiapkan. Semua itu menuju satu pencapaian. Pencapaian untuk belajar. ‘Kunjungan Studi Media Jurnalistik Surat Kabar Kampus (SKK) Ganto 2009,’ itulah kata yang tersusun dalam kalimat yang mengantarkan pada pencapaian itu. Pencapaian untuk belajar. ‘Media Palmerah’ yang menurut Andreas Harsono (Karena keberadaannya di Palmerah, sehingga disebut Media Palmerah) itu menjadi sasaran utama dalam menggali ilmu jurnalistik, hingga mengetahui seperti apa sistem yang digunakan sebagai koran nasional.
Terik matahari rada garang, membawa hantaran waktu menjelang azan. Tepat pukul 14.00 wib. Rombongan Kru Surat Kabar Kampus (SKK) Ganto Uiversitas Negeri Padang disambut dengan kemegahan bangunan Surya Paloh. Tersusun satu komplek di Palmerah selatan: Gedung Media Indonesia dan Metro TV. Ini kunjungan pertama ke Media Palmerah atau nasional. Di ruang lobi Metro TV. Terlihat wanita muda feminim dengan setelan pakaian biru muda, rok hitam, menyambut kedatangan rombongan dari Kru SKK Ganto UNP. “Saya Farrah, bagian pemasaran,” tuturnya ramah. Wanita berkulit bengkuang itu mengiring kami ke ruang pertemuan - ruang khusus bagi tamu Media Indonesia.
Sorot lampu terkesan lindap, awal memasuki ruang yang berbentuk meja bundar. ‘Hidangan’ pertama yang disajikan Media Indonesia kepada kami adalah pemutaran video- penggalan video reporter MI yang ‘memburu’ berita di lapangan, sampai pelaporan berita oleh reporter ke redaktur berita. Aktivitas yang hampir sama dirasakan di SKK Ganto - sekre tercinta.
Editorial: Jantung dan Roh Media
Dari sekian banyak yang didiskusikan di Media Indonesia, penulis dalam hal ini tertarik untuk membahas mengenai ‘Editorial’. “Kekuatan Media Indonesia terletak di editorialnya,” ungkap Ade Alawi, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan di koran yang lahir pada tahun 1975 ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), editorial adalah artikel dalam surat kabar atau majalah yang mengungkapkan pendirian editor atau pimpinan surat kabar (majalah) mengenai beberapa pokok masalah. Secara ringkasnya editorial merupakan kata pengantar dari redaksi. Dalam format majalah, biasanya kita akan menjumpai editorial begitu membuka kovernya.
Editorial dibutuhkan sebagai tempat redaksi menjelaskan posisi mereka dalam berbagai isu. “Inti dari editorial menjelaskan posisi ruang redaksi harian surat kabar terhadap isu-isu yang menarik perhatian mereka,” jelas Andreas Harsono.
Media Indonesia sebagai salah satu media nasional tercatat sebagai salah satu dari segelintir surat kabar yang memilih meletakkan kolom editorialnya pada halaman depan. Kehadiran editorial menjadi kekuatan tersendiri sebagai media nasional. Tak pelak, kehadirannya pun diletakkan di halaman pertama. Jenis editorial yang digunakan adalah editorial yang mengkritik. Editorial ini menghadirkan kritik terhadap tindakan, keputusan, maupun situasi yang sifatnya membangun sembari menyediakan solusi bagi masalah yang diidentifikasikan. Tujuan praktisnya ialah mendorong pembaca untuk melihat masalah, bukan solusinya.
Contohnya, “Mentalitas korupsi masih menggurita dan merasuk. Mentalitas itu membunuh hampir segala keinginan dan kepatutan soal penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran. Itulah mentalitas yang menyengsarakan rakyat dan bangsa.” ( Lead Editorial Media Indonesia Edisi 10 September 2009, KPK adalah Mandat Rakyat).
Dalam editorial itu, redaksi ingin menyampaikan pandangan bahwa elite bangsa Indonesia baik pemerintah maupun DPR haruslah menjadi lokomotif yang memperkuat kehadiran KPK. Dimana fakta memperlihatkan perang terhadap korupsi masih sangat jauh dari yang diharapkan.
Elite bangsa juga harus menyadari bahwa memilih anggota KPK tidak boleh asal-asalan. Mereka haruslah orang-orang yang bersih dan bermoral karena merekalah yang menjaga wibawa lembaga istimewa itu. Disini terlihat makna yang tertulis dalam editorial itu adalah mengkritik terhadap apa yang terjadi di tubuh KPK saat ini. Sehingga, pandangan yang ingin disampaikan redaksi seakan-akan ingin memperlihatkan masalah kepada pembaca-apa yang sebenarnya terjadi di KPK.
Tak beda jauh dari Media Indonesia. Kompas yang merupakan media yang terkemuka di Indonesia menyajikan editorial sebagai arah kebijakan dan pandangan pada satu pokok persoalan yang dianggap penting. Kompas dan juga beberapa media nasional, menjadikan esensi dari editorial itu lugas, tegas, terpecaya, tidak berpihak dan jernih. Untuk kolom editorialnya ditulis oleh pimpinan redaksi atau pimpinan umum dan bisa juga redaktur eksekutif yang dibawa ke agenda rapat dan bisa juga tidak.
Di Kompas, jenis editorial yang digunakan umumnya menjelaskan atau menginterpretasikan sesuatu. Jenis editorial ini sering digunakan untuk menjelaskan cara media tersebut menutupi subyek atau topik yang sensitif atau kontroversional. Terkadang model ini juga dipakai untuk menjelaskan situas-situasi baru yang berlangsung di seputar media tersebut.
“Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi dengan kewenangan besar segera tinggal cerita. Wewenangya sedang diamputasi DPR.” (Lead Editorial Kompas, Edisi 10 September 2009, Hilangnya Proteksi Politik). Terlihat jelas interpretasi redaksi atas gerakan sistematis untuk mengamputasi KPK karena melihat langkah pejabat KPK yang tidak memegang teguh etika dan terjerambab ke dalam kasus hukum. Sehingga posisi KPK kian tersudut.
Di tabloid SKK Ganto, kolom editorial hadir dengan nama Fajar. Fajar berisi pandangan redaksi terhadap isu-isu yang diangkat dalam laporan utama. Kenapa laporan utama? Karena isu yang diangkat dalam laporan utama lebih menjadi perhatian redaksi dibandingkan dengan isu-isu yang ada di rubrik lain.
Pada Ganto edisi 146, tepat pada halaman kedua dengan gaya tulisan Arial, ‘Mahasiswa’ judul yang mengisi rubrik Fajar (editorial) di SKK Ganto. “Hanya angkatan muda yang bisa menjawab, kalimat itu diucapkan Pramoedya Ananta Toer ketika ditanya bagaimana membuat bangsa Indonesia ini menjadi lebih baik”. Penggalan atas dari Fajar itu menjelaskan bahwasanya angkatan muda punya potensi untuk membenahi segala persoalan dan benang kusut bangsa. Pandangan redaksi disini menginterpretasi angkatan muda yang dalam hal ini mahasiswa yang memiliki semangat nasionalisme menyatu, memperjuangkan kemerdekaan bangsa dari kolonial.
Laporan utama yang diangkat pada edisi 146, menyorot perjuangan dan pengorbanan mahasiswa yang merupakan reformasi gerakan mahasiswa. Perguliran perjuangan dan gerakan mahasiswa itu melalui periodisasi pergerakan mahasiswa Indonesia: yang awalnya dikenal dengan DEMA-NKKBKK,SMPT hingga berubah menjadi BEM, sebagai badan yang bergerak di bidang eksekutif kampus.
Sehingga apa yang diangkat dalam kolom Fajar di SKK Ganto juga merupakan pandangan ruang redaksi terhadap hal-hal yang menarik. Otomatis apa yang disajikan di Fajar, selalu berhubungaan dengan kajian Laporan Utama yang diangkat. Dalam hal ini jenis editorial yang digunakan di SKK Ganto juga bersifat menginterpretasikan pokok masalah pada Laporan Utama.
Editorial bukanlah kolom yang paling dicari. Tetapi posisi editorial tetaplah penting. Meski editorial merupakan pandangan redaksi tentang sesuatu hal, namun pembaca dapat memberi kesimpulan secara mandiri terhadap apa yang dibaca. Sehingga kolom tetap dipertahankan karena dianggap sebagai jantung dan roh media.Afdal Ade Hendrayana
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar